Senin, 27 April 2009

CALEG PEREMPUAN

CALEG PEREMPUAN
Kompas, 24 Maret 2009

Niat Pemerintah Ditunggu

Jakarta, Kompas – Keputusun Mahkamah Konstitusi yang membatalkan Pasal 214 UU Nomor 10 Tahun 2008 mengenai Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD mengancam kebijakan affirmative untuk perempuan melalui kuota 30 persen di parlemen.

Oleh karena itu, calon anggota (caleg) perempuan pun mendesak, dalam hal ini Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan, mengupayakan berbagai strategi untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di parlemen.

Desakan itu muncul dalam sarasehan dan temu konsultasi caleg perempuan yang diselenggarakan Pusat Pemberdayaan Perempuan dalam Politik dan angggota DPD, Mooryati Soedibyo, Senin (23/3) di Jakarta.

Hilangnya payung Hukum bagi kebijakan affiramtif itu membuat posisi caleg perempuan rawan. “Karena payung hukumnya tidak ada, kini tergantung goodwill pemerintah saja. Harus ada kebijakan pemerintah yang mengangkat derajat keterwakilan perempuan. Kini bola bukan di DPR, tetapi pemerintah dan parpol. Mau bagaimana lagi,” kata anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Lena Maryana Mukti.

Selain pemerintah, parpol juga harus mengawal suara perempuan dengan menetapkan kebijakan yang memberi kesempatan kepada perempuan. Tidak bisa lepas tangan begitu saja. Untuk itu, belasan caleg perempuan yang hadir dalam sarasehan juga mendesak parpol mengeluarkan kebijakan yang berpihak kepada keterwakilan perempuan.

Kami harap parpol membuat kebijakan yang berpihak kepada perempuan. Contohnya, jika ada penggantian calon terpilih perempuan, seharusnya diganti dengan caleg perempuan yang mendapat suara terbanyak berikutnya, “kata Lena lagi.

Sumarno dari KPU DKI Jakarta mengingatkan, putusan MK akan menyebabkan kanibalisme politik antarcaleg di satu parpol yang sama. Caleg hanya memikirkan diri sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar